Kamis, 17 Desember 2015

Korelasi Antara Faham Qawaid dengan Maharah Al-Kalam



BAB II
PEMBAHASAN

I.    Ilmu Nahwu
A.  Sejarah dan Pengertian
Nahwu pertama kali digagas oleh Imam Ali bin Abi Thalib untuk memudahkan bagi orang Arab maupun non Arab untuk belajar bahasa Arab. Kemudian gagasan ini dikembangkan oleh Abul Aswad ad Duwali (w. 69 H). selanjutnya dimulai penyusunan pokok-pokok nahwu yang dipelopori oleh Abd al Rohman bin Harmez dan Nasr bin Hasyim. Keduanya murid dari Abu al Aswad ad Duwali.
Pada abad ke- 2 Hijriyah nahwu dikembangkan oleh Al Khalil bin Ahmad al-Farahidi (w.175 H) dengan mematangkan teori nahwu yang disusun Sibawaih (w.180 H) yang nota bene sebagai murid Al Khalil sendiri. Langkah tersebut diikuti oleh Al-Akhfash al-Ausath ( w.211 H) dan Al- Mubarrid ( w. 286 H) dan ulama-ulama lain yang berkembang di negara Bashrah yang digolongkan menjadi al-Nuhat al-Bashariyun. Kemudian lahirlah kitab-kitab nahwu sebagai karya-karya monumental seperti Alfiyah Ibnu Malik, Alfiyah Al Suyuthi dan Alfiyah Ibnu Mu’thi.[1]
Nahwu juga mengalami perkembangan dan kejayaan di daerah Kufah diaantara ulama-ulama yang mengembangkannya adalah Al-Kisai ( w.189 H), Al-Farra’ (w.208 H) Tsa’lab (w. 291 H) dll yang selanjutnya dikenal sebgai al –nuhat al-Kufiyun.Pasca perkembangan di Bashrah dan Kuffah sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Madaris al-Nahwiyah nahwu mengalami kemajuan di Bagdad, Andalus dan Mesir. Pereode ini nahwu sudah mengalami efesiensi dan reformulasi seperti yang disusun oleh Ibn Jinny ( w. 392 H) di Bagdad, Ibn Madha Al-Qurtuby ( w. 592 H) di Andalus, Al-Sayuthi (911 H) di Mesir.[2]
Nahwu menurut bahasa adalah الطریقوالجھة (jalan dan arah). Menurut Al-Râzî (1992:133), nahwu adalah القصدوالطریق . Akan teapi, nahwu menurut istilah ulama klasik adalah terbatas pada pembahasan masalah الإعرابوالبناء (i’râb dan binâ), yaitu penentuan baris ujung sebuah kata sesuai dengan posisinya dalam kalimat ( الجملة ) yang mereka definisikan seperti berikut ini:
النحوقواعدیعرفبھاأحوالالكلماتالعربیةإعراباوبناء[3]
Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri ialah perkembangan baru mengenai pengertian baru tentang ilmu nahwu ini tetap mempertahankan urgensi i’rab. Alasannya ialah i’rab merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pembentukan kalimat bahasa Arab, di mana tanpa i’rab, sebuah kalimat bahasa Arab tidak akan sempurna, ciri khas ke-Arabannya akan hilang bila i’rab-nya tidak sempurna
B.     Tujuan Pengajaran Ilmu Nahwu
Pelajaran ilmu nahwu adalah bukan sasaran yang menjadi tujuan pembelajaran, tapi ilmu nahwu itu, adalah salah satu sarana untuk membantu kita berbicara dan menulis dengan benar serta meluruskan dan menjaga lidah kita dari kesalahan, juga membantu dalam memaparkan ajaran dengan cermat, mahir dan lancar. Beberapa tujuan mengajarkan ilmu nahwu adalah:
• menjaga dan menghindarkan lisan serta tulisan dari kesalahan berbahasa, disamping menciptakan kebiasaan berbahasa yang fasih.
• membiasakan para pelajar bahasa Arab untuk selalu melakukan pengamatan, berpikir logis dan teratur serta kegunaan lain yang dapat membantu mereka untuk melakukan pengkajian terhadap tata bahasa Arab secara kritis.
• membantu untuk memahami ungkapan-ungkapan bahasa Arab sehingga mempercepat pemahaman terhadap maksud pembicaraan dalam bahasa Arab.
• mengasah otak, mencerahkan perasaan serta mengembangkan kebahasaan .
• memberikan kemampuan untuk menggunakan kaidah bahasa Arab dalam berbagai suasana kebahasaan.[4]
C.     Metode Pengajaran Nahwu
adapun metode-metode pengajarah ilmu nahwu dapat dikelompokkani ke dalam dua metode pokok, yaitu:
1.      Metode القیاسیة (Analogi)
Metode ini terkadang disebut metode kaidah lalu contoh, adalah metode tertua diterapkan dalam pengajaran ilmu nahwu. Pengajaran dititikberatkan pada penyajian kaidah, pembebanan hafalan kaidah itu atas pelajar, kemudian pemberian contoh-contoh untuk memperjelas maksud dari kaidah tersebut.
2.      Metode استقرائیة (Induksi)
Metode ini kadang diberi nama استنباطیة ,استنتاجیة di mana gaya pengajaran dalam metode ini adalah kebalikan dari metode قیاسیة , karena metode ini didasarkan pada penyajian contoh-contoh terlebih dahulu lalu contoh-contoh itu didiskusikan dengan para pelajar
D.    Langkah-Langkah Pengajaran Ilmu Nahwu
• Tahap persiapan
• Tahap penyajian
• Tahap menimbang dan mempertemukan
• Tahap aplikasi
E.     Problematika Pembelajaran Materi Nahwu
Menurut Ibn Madhâ al-Qurthubî (w. 592 H.), ada empat faktor penyebab sulitnya materi nahwu:
1.    Teori Amil.
2.    Teori Illat.
3.    Teori Qiyas.[5]
F.      Kelebihan Dan Kekurangan Pengajaran Qowa’id
Adapun kelebihan pengajaran Qawa’id:
a.    Siswa terbiasa menghafal kaidah-kaidah tata bahasa arab yang sangat diperlukan untuk mampu bercakap-cakap dalam bahasa arab yang benar dan mampu menulis dengan betul.
b.    Melatih mental disiplin dan ulet dalam mempelajari bahasa.
c.    Bagi guru terlalu sulit menerangkan metode ini, karena kemampuan kecakapan tidak diutamakan, dengan kata lain guru asalkan ia menguasai gramatika ( tata bahasa) yang baik, pengajaran dapat dilaksanakan.
Adapun Kekurangan Pengajaran Qowa’id:
a.    Secara didaktis dan psikologi pengajaran ini bertentangan dengan kenyataan, pengetahuan bahasa seseorang tidaklah didahului dengan pengajaran tata bahasa terlebih dahulu. Tapi melalui peniruan ucapan atau percakapan.
b.    Penguasaan tata bahasa tidak dengan sendirinya menguasai percakapan.

II.  Maharah Al-kalam
A.    Pengertian
Keterampilan membaca adalah kemampuan mengucapkan bunyi bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekpresikan pikiran berupa ide, pendapat, keinginan, atau perasaan kepada mitra bicara [6]. Sedangkan menurut Hendri Guntur Taaringan, berbicara merupakan kombinasi faktor-faktor fisik, psikologi, neurologis, sistematik, dan linguistik secara luas, sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi control sosial.[7]
Pada hakekatnya maharah al-kalam merupakan kemahiran menggunakan bahasa yang paling rumit, yang dimaksud dengan kemahiran berbicara adalah kemahiran mengutarakan buah pikiran dan perasaan dengan kata-kata dan kalimat yang benar, ditinjau dari sistem gramatikal, tata bunyi, di samping aspek maharah berbahasa lainnya yaitu menyimak, membaca, dan menulis.
Dengan demikian latihan berbicara harus terlebih dahulu di dasari oleh :
1.      Kemampuan mendengarkan
2.      Kemampuan mengucapkan
3.      Penguasaan kosa kata[8]
B.     Aktivitas dan Teknik dalam Pembeljaran Maharah Al-Kalam
Aktivitas latihan prakomunikatif adalah latihan-latihan yang memberikan maksud agar peserta didik dapat mempelajari kemampuan-kemampuan dasar dalam kegiatan maharah al-kalam seperti latihan penerapan pola dialog, kosa kata, kaidah, mimik muka, dan sebagainya. Pada aktivitas ini keterlibatan guru dalam latihan cukup banyak berperan aktif dalam memberikan latihan yang di setiap unsur memerlukan banyak contoh.
Teknik yang dapat diterapkan dalam aktivitas latihan prakomunikatif secara bertahap adalah sebagai berikut:
a.       Al-hifz ala al-hiwar (hapalan dialog)
b.      Al-hiwar bil al-shuwar (dialog melalui gambar)
c.       Al-hiwar al-muwajjah (dialog terpimpin)
d.      Al-tamtsil al-suluki (dramatisasi tindakan)[9]
C.     Pendekatan Pembelajaran Maharatul Kalam
Adapun macam-macam pendekatan, diantaranya adalah :
a.       Pendekatan Humanistik (Humanistic Approach), Langkah pertama untuk merealisasikan tujuan hal itu adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bercakap tentang diri dan perasaannya serta bergantian mengungkapkan berbagai hal mengenai diri mereka. Proses ini bisa memenuhi kebutuhan pembelajar untuk aktualisasi diri.
b.      Pendekatan Teknik (Media-Based Approach), Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan cara untuk menjelaskan materi – materi dengan menggunakan gambar-gambar, peta, lukisan, menghadirkan contoh yang nyata, kartun dan lain sebagainya yang sekiranya dapat membantu memahamkan siswa tentang pesan-pesan kata bahasa asing.
c.       Pendekatan Mendengar-Mengucapkan (Aural Oral Approach), Asumsi lain dari pendekatan ini bahwa bahasa adalah kebiasaan. Suatu prilaku akan menjadi kebiasaan apabila diulang berkali-kali. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Arab dengan pendekatan aural oral approach ini menuntut adanya kegiatan pembelajaran bahasa yang dilakukan dengan teknik pengulangan atau repetisi.
d.      Pendekatan Komunikatif (Communicative approach), Pendekatan yang menitikberatkan pengajaran bahasa secara konunikatif artinya pengajaran yang dilandasi oleh teori komunikatif atau fungsi bahasa. Tujuan pengajaran bahasa dalam pendekatan ini adalah untuk mengembangkan kemampuan komunikatif serta prosedur pengajaran ketrampilan berbahasa yang saling memiliki ketergantungan antara bahasa dan komunikasi.[10]
D.    Metode Pembelajaran Maharatul Kalam
Metode-metodeyang telah berkembang dalam pembelajaran, yaitu
a.       Thariqah Mubassyaroh (Metode Langsung/Direct Method), Dalam prakteknya, metode ini selalu mengaitkan antara kata-kata yang diajarkan menggunakan model meniru dan menghapal dengan objek-objek yang ditunjuk oleh kata-kata tersebut, antara suatu kalimat dengan situasi yang diungkapkannya. Dengan demikian metode ini dinamakan metode langsung.
b.      Thariqah Sam’iyah Syafawiyah (Audio Lingual Method), Asumsi-asumsi yang digunakan oleh metode ini adalah Essensi bahasa adalah berbicara. Sedangkan menulis merupakan bagian dari gambaran berbicara. Oleh karena itu perhatian dalam pengajaran bahasa asing hendaklah dicurahkan untuk tercapainya keterampilan berbicara, bukannya keterampilan membaca atau menulis.[11]

III.   Korelasi Antara Ilmu Nahwu Dengan Maharah Al-Kalam
Jika dilihat dari segi metode-metode yang umum di pakai oleh masing-masing cabang ilmu, maka akan diperoleh sebagai berikut:
1.      Metode pengajaran struktur bahasa
Dalam pengajaran  struktur bahasa terdapat beberapa metode, yaitu:
a.    طريقةالموقفيةأوالسياقية (Metode Situasional)
Inilah sebenarnya metode paling menyenangkan bagi murid-murid, optimasi pencapaian hasil yang amat meyakinkan. Karena bahan (pelajaran) judul yang akan diberikan  guru selalu disesuaikan dengan situasi dan kondisi para murid. Artinya, materi pelajaran atau pokok bahasan yang hendak disajikan selalu dipilih yang seang aktual dibicarakan atau dipilih untuk disajikan.
Kemudian, dalam metode ini juga dijelaskan bahwa hiwar antara dua orang itu merupkan suatu hal yang sangat pokok. Karena dengan memperhatikan hiwar, siswa tidak hanya memperhatikan struktur bahasa mereka juga dapat memperhatikan perbedaan-perbedaan dalam bahasa.
b.    طريقةالسّمعيةالشفوية (Metode Dengar Ucap)
Persiapan yang dilakukan untuk menciptakan suasana bahasa secara otomatis. Yaitu: 
1)   Bahasa asing merupakan bahasa yang lebih diutamakan dari pada menggunakan bahasa ibu.
2)   menghafal kaidah-kaidah qawa’id yang akan diajarkan.
3)   Penganalogian kalimat merupakan hal yang utama dibandingkan menganalisi kalimat dalam membuat kalimat baru.
Adapun langkah-langlah dalam metode ini adalah sebagai berikut.
1)        Siswa menyimak kisah sederhana atau percakapan atau contoh kalimat yang diberikan oleh guru.
2)        Siswa mengulangi apa yang diucapkan guru baik secara kelompok maupun individu.
3)        Mengulangi sebagian kalimat-kalimat yang terdapat /yang memuat susunan-susunan bahasa yang dimaksud sehingga siswwa mapu menguasainya.
4)        Siswa menyimak yang kedua kalinya tentang kisah sederhana atau percakapan atau contoh kalimat yang disapaikan oleh guru.
5)        Guru memberikan beberapa soal kepada siswa kemudian siswa mampu mengulangi pertanyaan yang diajukan guru.
6)        Siswa menjawab pertanyaan satu persatu dengan menggunakan kalimat-kalimat yang terdapat dalam kisah sedehana atau percakapan.
7)        Guru menuliskan beberapa kalimat yang terdapat susunan yang diharapkan dengan menggunakan kosa kata yang lain.
8)        Setelah penyampaian materi selesai diadakan evaluasi untuk memantapkan kemampuan mereka dalam menguasai materi yang telah disampaikan.
c.       طريقةالشحالنحوي (Metode Penjelasan Nahwiyah)
Metode ini berlandaskan terhadap teori-teori yang mendalam tentang strktur bahasa yang dapat membantu siswa dalam memperbanyak pengalaman dalam berbahasa.
Metode ini berbeda dengan metode yang sebelumnya. Karena metode ini mengandung upaya-upaya yang sistematis dalam penyampaian kaidah bahasa sehingga guru memiliki pengetahuan lebih banyak tentang  penjelasan-penjelasan kaidah bahasa dan dijelaskan dengan tidak memakai bahasa ibu.
Jadi menurut pemakalah, terdapat hubungan yang erat antara orang yang paham ilmu qawaid dengan orang yang mampu berbicara.



BAB III
PENUTUP
I.                   Kesimpulan
Nahwu pertama kali digagas oleh Imam Ali bin Abi Thalib untuk memudahkan bagi orang Arab maupun non Arab untuk belajar bahasa Arab. Kemudian gagasan ini dikembangkan oleh Abul Aswad ad Duwali
Nahu yaitu penentuan baris ujung sebuah kata sesuai dengan posisinya dalam kalimat
Pada hakekatnya maharah al-kalam merupakan kemahiran menggunakan bahasa yang paling rumit, yang dimaksud dengan kemahiran berbicara adalah kemahiran mengutarakan buah pikiran dan perasaan dengan kata-kata dan kalimat yang benar, ditinjau dari sistem gramatikal, tata bunyi, di samping aspek maharah berbahasa lainnya yaitu menyimak, membaca, dan menulis
Jadi menurut pemakalah, terdapat hubungan yang erat antara orang yang paham ilmu qawaid dengan orang yang mampu berbicara.
II.                Saran
Makalah ini sangat jauh sekali dari sempurna, karena pemakalah masih kurang dalam ilmu dan kekurangan bahan dan pengetahuan untuk menyelesaikan makalah ini, namun dikarenakan tugas yang terstruktur maka pemakalah mencoba sebisa mungkin untuk memberikan yang terbaik.
Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan oleh pemakalah untuk kemajuan pemakalah di massa yang akan datang.




DAFTAR KEPUSTAKAAN
Acaep Hermawan, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Bandung: Remaja Rosdakary;a, 2001)
Ahmad Afify. Al Mandzumah Al Nahwiyah al- Mansubah li Al Khalil bin Ahmad Al Farahidy.( Cairo: Al Daar Al Manshuriyah Al Baniyah, 2003),
Ahmad Fuat Efendi,  Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Malang : Misykat Malang, 2005)
Ahmad, Muhammad ‘Abd al-Qadîr. 1984. Turûq al-Ta’lîm al-Lughah al-
Arabiyah. Cairo: Maktabah al-Nahd}ah al-Misriyah.
Biek, Hifniy dkk. T.th. Qawâ’id al-Lughah al-‘Arabiyah. Surabaya: Maktabah
al-Hidayah.
Dr. Syauqi Dzaif, Al-Madaris Al- Nahwiyah, (Kairo : Dar al-Ma’arif, 1976 M )cet ke3
Hendri Guntur Taringan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Bandung: Angkasa, 1994)
Syauqi Dhayf (ed). Kilab al- Radd ala al- Nuhat li Ibn Madha al- Qurtubhi. (Cairo: Daar al Ma’arif, cet ke- 3, tt



[1]Ahmad Afify. Al Mandzumah Al Nahwiyah al- Mansubah li Al Khalil bin Ahmad Al Farahidy.( Cairo: Al Daar Al Manshuriyah Al Baniyah, 2003),
[2] Dr. Syauqi Dzaif, Al-Madaris Al- Nahwiyah, (Kairo : Dar al-Ma’arif, 1976 M )cet ke3
[3] Biek, Hifniy dkk. T.th. Qawâ’id al-Lughah al-‘Arabiyah. Surabaya: Maktabah
al-Hidayah.
[4] Ahmad, Muhammad ‘Abd al-Qadîr. 1984. Turûq al-Ta’lîm al-Lughah al-
Arabiyah. Cairo: Maktabah al-Nahd}ah al-Misriyah.
[5]Syauqi Dhayf (ed). Kilab al- Radd ala al- Nuhat li Ibn Madha al- Qurtubhi. (Cairo: Daar al Ma’arif, cet ke- 3, tt
[6] Acaep Hermawan, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Bandung: Remaja Rosdakary;a, 2001)
[7] Hendri Guntur Taringan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Bandung: Angkasa, 1994)
[8] Ahmad Fuat Efendi,  Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Malang : Misykat Malang, 2005)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar