PEMBAHASAN
I. Ilmu
Nahwu
A. Sejarah
dan Pengertian
Nahwu pertama kali digagas oleh Imam Ali
bin Abi Thalib untuk memudahkan bagi orang Arab maupun non Arab untuk belajar
bahasa Arab. Kemudian gagasan ini dikembangkan oleh Abul Aswad ad Duwali (w. 69
H). selanjutnya dimulai penyusunan pokok-pokok nahwu yang dipelopori oleh Abd
al Rohman bin Harmez dan Nasr bin Hasyim. Keduanya murid dari Abu al Aswad ad
Duwali.
Pada abad ke- 2 Hijriyah nahwu
dikembangkan oleh Al Khalil bin Ahmad al-Farahidi (w.175 H) dengan mematangkan
teori nahwu yang disusun Sibawaih (w.180 H) yang nota bene sebagai murid Al
Khalil sendiri. Langkah tersebut diikuti oleh Al-Akhfash al-Ausath ( w.211 H)
dan Al- Mubarrid ( w. 286 H) dan ulama-ulama lain yang berkembang di negara
Bashrah yang digolongkan menjadi al-Nuhat al-Bashariyun. Kemudian lahirlah
kitab-kitab nahwu sebagai karya-karya monumental seperti Alfiyah Ibnu Malik,
Alfiyah Al Suyuthi dan Alfiyah Ibnu Mu’thi.[1]
Nahwu juga mengalami perkembangan dan
kejayaan di daerah Kufah diaantara ulama-ulama yang mengembangkannya adalah
Al-Kisai ( w.189 H), Al-Farra’ (w.208 H) Tsa’lab (w. 291 H) dll yang
selanjutnya dikenal sebgai al –nuhat al-Kufiyun.Pasca perkembangan di Bashrah
dan Kuffah sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Madaris al-Nahwiyah nahwu
mengalami kemajuan di Bagdad, Andalus dan Mesir. Pereode ini nahwu sudah
mengalami efesiensi dan reformulasi seperti yang disusun oleh Ibn Jinny ( w.
392 H) di Bagdad, Ibn Madha Al-Qurtuby ( w. 592 H) di Andalus, Al-Sayuthi (911
H) di Mesir.[2]
Nahwu menurut bahasa adalah الطریقوالجھة (jalan dan arah).
Menurut Al-Râzî (1992:133), nahwu adalah القصدوالطریق . Akan teapi,
nahwu menurut istilah ulama klasik adalah terbatas pada pembahasan masalah الإعرابوالبناء (i’râb dan binâ’),
yaitu penentuan baris ujung sebuah kata sesuai dengan posisinya dalam kalimat (
الجملة ) yang mereka definisikan seperti berikut ini:
النحوقواعدیعرفبھاأحوالالكلماتالعربیةإعراباوبناء[3]
Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri
ialah perkembangan baru mengenai pengertian baru tentang ilmu nahwu ini tetap
mempertahankan urgensi i’rab. Alasannya ialah i’rab merupakan bagian yang tak
terpisahkan dalam pembentukan kalimat bahasa Arab, di mana tanpa i’rab, sebuah
kalimat bahasa Arab tidak akan sempurna, ciri khas ke-Arabannya akan hilang
bila i’rab-nya tidak sempurna
B. Tujuan
Pengajaran Ilmu Nahwu
Pelajaran ilmu nahwu adalah bukan
sasaran yang menjadi tujuan pembelajaran, tapi ilmu nahwu itu, adalah salah
satu sarana untuk membantu kita berbicara dan menulis dengan benar serta
meluruskan dan menjaga lidah kita dari kesalahan, juga membantu dalam
memaparkan ajaran dengan cermat, mahir dan lancar. Beberapa tujuan mengajarkan
ilmu nahwu adalah:
• menjaga dan menghindarkan lisan serta
tulisan dari kesalahan berbahasa, disamping menciptakan kebiasaan berbahasa
yang fasih.
• membiasakan para pelajar bahasa Arab
untuk selalu melakukan pengamatan, berpikir logis dan teratur serta kegunaan
lain yang dapat membantu mereka untuk melakukan pengkajian terhadap tata bahasa
Arab secara kritis.
• membantu untuk memahami
ungkapan-ungkapan bahasa Arab sehingga mempercepat pemahaman terhadap maksud
pembicaraan dalam bahasa Arab.
• mengasah otak, mencerahkan perasaan
serta mengembangkan kebahasaan .
• memberikan kemampuan untuk menggunakan
kaidah bahasa Arab dalam berbagai suasana kebahasaan.[4]
C. Metode
Pengajaran Nahwu
adapun metode-metode pengajarah ilmu
nahwu dapat dikelompokkani ke dalam dua metode pokok, yaitu:
1. Metode
القیاسیة (Analogi)
Metode ini terkadang disebut metode
kaidah lalu contoh, adalah metode tertua diterapkan dalam pengajaran ilmu
nahwu. Pengajaran dititikberatkan pada penyajian kaidah, pembebanan hafalan
kaidah itu atas pelajar, kemudian pemberian contoh-contoh untuk memperjelas
maksud dari kaidah tersebut.
2. Metode
استقرائیة (Induksi)
Metode ini kadang diberi nama استنباطیة ,استنتاجیة di mana gaya
pengajaran dalam metode ini adalah kebalikan dari metode قیاسیة , karena metode
ini didasarkan pada penyajian contoh-contoh terlebih dahulu lalu contoh-contoh
itu didiskusikan dengan para pelajar
D. Langkah-Langkah
Pengajaran Ilmu Nahwu
• Tahap persiapan
• Tahap penyajian
• Tahap menimbang dan mempertemukan
• Tahap aplikasi
E. Problematika
Pembelajaran Materi Nahwu
Menurut Ibn Madhâ al-Qurthubî (w. 592
H.), ada empat faktor penyebab sulitnya materi nahwu:
1.
Teori Amil.
2.
Teori Illat.
3.
Teori Qiyas.[5]
F. Kelebihan
Dan Kekurangan Pengajaran Qowa’id
Adapun kelebihan pengajaran Qawa’id:
a. Siswa
terbiasa menghafal kaidah-kaidah tata bahasa arab yang sangat diperlukan untuk
mampu bercakap-cakap dalam bahasa arab yang benar dan mampu menulis dengan
betul.
b. Melatih
mental disiplin dan ulet dalam mempelajari bahasa.
c. Bagi
guru terlalu sulit menerangkan metode ini, karena kemampuan kecakapan tidak
diutamakan, dengan kata lain guru asalkan ia menguasai gramatika ( tata bahasa)
yang baik, pengajaran dapat dilaksanakan.
Adapun
Kekurangan Pengajaran Qowa’id:
a. Secara
didaktis dan psikologi pengajaran ini bertentangan dengan kenyataan,
pengetahuan bahasa seseorang tidaklah didahului dengan pengajaran tata bahasa
terlebih dahulu. Tapi melalui peniruan ucapan atau percakapan.
b. Penguasaan
tata bahasa tidak dengan sendirinya menguasai percakapan.
II. Maharah
Al-kalam
A. Pengertian
Keterampilan membaca adalah kemampuan
mengucapkan bunyi bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekpresikan pikiran
berupa ide, pendapat, keinginan, atau perasaan kepada mitra bicara [6].
Sedangkan menurut Hendri Guntur Taaringan, berbicara merupakan kombinasi
faktor-faktor fisik, psikologi, neurologis, sistematik, dan linguistik secara
luas, sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi
control sosial.[7]
Pada hakekatnya maharah al-kalam
merupakan kemahiran menggunakan bahasa yang paling rumit, yang dimaksud dengan
kemahiran berbicara adalah kemahiran mengutarakan buah pikiran dan perasaan
dengan kata-kata dan kalimat yang benar, ditinjau dari sistem gramatikal, tata
bunyi, di samping aspek maharah berbahasa lainnya yaitu menyimak, membaca, dan
menulis.
Dengan demikian latihan berbicara harus
terlebih dahulu di dasari oleh :
1. Kemampuan
mendengarkan
2. Kemampuan
mengucapkan
3. Penguasaan
kosa kata[8]
B. Aktivitas
dan Teknik dalam Pembeljaran Maharah Al-Kalam
Aktivitas latihan prakomunikatif adalah
latihan-latihan yang memberikan maksud agar peserta didik dapat mempelajari
kemampuan-kemampuan dasar dalam kegiatan maharah al-kalam seperti latihan
penerapan pola dialog, kosa kata, kaidah, mimik muka, dan sebagainya. Pada
aktivitas ini keterlibatan guru dalam latihan cukup banyak berperan aktif dalam
memberikan latihan yang di setiap unsur memerlukan banyak contoh.
Teknik yang dapat diterapkan dalam
aktivitas latihan prakomunikatif secara bertahap adalah sebagai berikut:
a. Al-hifz
ala al-hiwar (hapalan dialog)
b. Al-hiwar
bil al-shuwar (dialog melalui gambar)
c. Al-hiwar
al-muwajjah (dialog terpimpin)
d. Al-tamtsil
al-suluki (dramatisasi tindakan)[9]
C. Pendekatan
Pembelajaran Maharatul Kalam
Adapun macam-macam pendekatan,
diantaranya adalah :
a. Pendekatan
Humanistik (Humanistic Approach), Langkah pertama untuk merealisasikan tujuan
hal itu adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bercakap
tentang diri dan perasaannya serta bergantian mengungkapkan berbagai hal
mengenai diri mereka. Proses ini bisa memenuhi kebutuhan pembelajar untuk
aktualisasi diri.
b. Pendekatan
Teknik (Media-Based Approach), Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan cara
untuk menjelaskan materi – materi dengan menggunakan gambar-gambar, peta,
lukisan, menghadirkan contoh yang nyata, kartun dan lain sebagainya yang
sekiranya dapat membantu memahamkan siswa tentang pesan-pesan kata bahasa
asing.
c. Pendekatan
Mendengar-Mengucapkan (Aural Oral Approach), Asumsi lain dari pendekatan ini
bahwa bahasa adalah kebiasaan. Suatu prilaku akan menjadi kebiasaan apabila
diulang berkali-kali. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Arab dengan
pendekatan aural oral approach ini menuntut adanya kegiatan pembelajaran bahasa
yang dilakukan dengan teknik pengulangan atau repetisi.
d. Pendekatan
Komunikatif (Communicative approach), Pendekatan yang menitikberatkan
pengajaran bahasa secara konunikatif artinya pengajaran yang dilandasi oleh
teori komunikatif atau fungsi bahasa. Tujuan pengajaran bahasa dalam pendekatan
ini adalah untuk mengembangkan kemampuan komunikatif serta prosedur pengajaran
ketrampilan berbahasa yang saling memiliki ketergantungan antara bahasa dan
komunikasi.[10]
D. Metode
Pembelajaran Maharatul Kalam
Metode-metodeyang telah berkembang
dalam pembelajaran, yaitu
a. Thariqah
Mubassyaroh (Metode Langsung/Direct Method), Dalam prakteknya, metode ini
selalu mengaitkan antara kata-kata yang diajarkan menggunakan model meniru dan
menghapal dengan objek-objek yang ditunjuk oleh kata-kata tersebut, antara
suatu kalimat dengan situasi yang diungkapkannya. Dengan demikian metode ini
dinamakan metode langsung.
b. Thariqah
Sam’iyah Syafawiyah (Audio Lingual Method), Asumsi-asumsi yang digunakan oleh
metode ini adalah Essensi bahasa adalah berbicara. Sedangkan menulis merupakan
bagian dari gambaran berbicara. Oleh karena itu perhatian dalam pengajaran
bahasa asing hendaklah dicurahkan untuk tercapainya keterampilan berbicara,
bukannya keterampilan membaca atau menulis.[11]
III. Korelasi
Antara Ilmu Nahwu Dengan Maharah Al-Kalam
Jika dilihat dari segi metode-metode
yang umum di pakai oleh masing-masing cabang ilmu, maka akan diperoleh sebagai
berikut:
1.
Metode pengajaran struktur bahasa
Dalam pengajaran struktur bahasa terdapat beberapa metode,
yaitu:
a.
طريقةالموقفيةأوالسياقية (Metode
Situasional)
Inilah sebenarnya metode paling
menyenangkan bagi murid-murid, optimasi pencapaian hasil yang amat meyakinkan.
Karena bahan (pelajaran) judul yang akan diberikan guru selalu disesuaikan dengan situasi dan
kondisi para murid. Artinya, materi pelajaran atau pokok bahasan yang hendak
disajikan selalu dipilih yang seang aktual dibicarakan atau dipilih untuk
disajikan.
Kemudian, dalam metode ini juga
dijelaskan bahwa hiwar antara dua orang itu merupkan suatu hal yang sangat
pokok. Karena dengan memperhatikan hiwar, siswa tidak hanya memperhatikan
struktur bahasa mereka juga dapat memperhatikan perbedaan-perbedaan dalam
bahasa.
b.
طريقةالسّمعيةالشفوية (Metode Dengar
Ucap)
Persiapan yang dilakukan untuk
menciptakan suasana bahasa secara otomatis. Yaitu:
1)
Bahasa asing merupakan bahasa yang lebih diutamakan dari pada
menggunakan bahasa ibu.
2)
menghafal kaidah-kaidah qawa’id yang akan diajarkan.
3)
Penganalogian kalimat merupakan hal yang utama dibandingkan menganalisi
kalimat dalam membuat kalimat baru.
Adapun langkah-langlah dalam metode ini
adalah sebagai berikut.
1)
Siswa menyimak kisah sederhana atau percakapan atau contoh kalimat yang
diberikan oleh guru.
2)
Siswa mengulangi apa yang diucapkan guru baik secara kelompok maupun
individu.
3)
Mengulangi sebagian kalimat-kalimat yang terdapat /yang memuat
susunan-susunan bahasa yang dimaksud sehingga siswwa mapu menguasainya.
4)
Siswa menyimak yang kedua kalinya tentang kisah sederhana atau
percakapan atau contoh kalimat yang disapaikan oleh guru.
5)
Guru memberikan beberapa soal kepada siswa kemudian siswa mampu
mengulangi pertanyaan yang diajukan guru.
6)
Siswa menjawab pertanyaan satu persatu dengan menggunakan
kalimat-kalimat yang terdapat dalam kisah sedehana atau percakapan.
7)
Guru menuliskan beberapa kalimat yang terdapat susunan yang diharapkan
dengan menggunakan kosa kata yang lain.
8)
Setelah penyampaian materi selesai diadakan evaluasi untuk memantapkan
kemampuan mereka dalam menguasai materi yang telah disampaikan.
c.
طريقةالشحالنحوي (Metode Penjelasan
Nahwiyah)
Metode ini berlandaskan terhadap
teori-teori yang mendalam tentang strktur bahasa yang dapat membantu siswa
dalam memperbanyak pengalaman dalam berbahasa.
Metode ini berbeda dengan metode yang
sebelumnya. Karena metode ini mengandung upaya-upaya yang sistematis dalam
penyampaian kaidah bahasa sehingga guru memiliki pengetahuan lebih banyak
tentang penjelasan-penjelasan kaidah
bahasa dan dijelaskan dengan tidak memakai bahasa ibu.
Jadi menurut pemakalah, terdapat
hubungan yang erat antara orang yang paham ilmu qawaid dengan orang yang mampu
berbicara.
BAB
III
PENUTUP
I.
Kesimpulan
Nahwu
pertama kali digagas oleh Imam Ali bin Abi Thalib untuk memudahkan bagi orang
Arab maupun non Arab untuk belajar bahasa Arab. Kemudian gagasan ini
dikembangkan oleh Abul Aswad ad Duwali
Nahu
yaitu penentuan baris ujung sebuah kata sesuai dengan posisinya dalam kalimat
Pada
hakekatnya maharah al-kalam merupakan kemahiran menggunakan bahasa yang paling
rumit, yang dimaksud dengan kemahiran berbicara adalah kemahiran mengutarakan
buah pikiran dan perasaan dengan kata-kata dan kalimat yang benar, ditinjau
dari sistem gramatikal, tata bunyi, di samping aspek maharah berbahasa lainnya
yaitu menyimak, membaca, dan menulis
Jadi
menurut pemakalah, terdapat hubungan yang erat antara orang yang paham ilmu
qawaid dengan orang yang mampu berbicara.
II.
Saran
Makalah
ini sangat jauh sekali dari sempurna, karena pemakalah masih kurang dalam ilmu
dan kekurangan bahan dan pengetahuan untuk menyelesaikan makalah ini, namun
dikarenakan tugas yang terstruktur maka pemakalah mencoba sebisa mungkin untuk
memberikan yang terbaik.
Kritik
dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan oleh pemakalah untuk
kemajuan pemakalah di massa yang akan datang.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Acaep
Hermawan, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Bandung: Remaja Rosdakary;a, 2001)
Ahmad
Afify. Al Mandzumah Al Nahwiyah al- Mansubah li Al Khalil bin Ahmad Al
Farahidy.( Cairo: Al Daar Al Manshuriyah Al Baniyah, 2003),
Ahmad
Fuat Efendi, Metodologi Pengajaran
Bahasa Arab (Malang : Misykat Malang, 2005)
Ahmad,
Muhammad ‘Abd al-Qadîr. 1984. Turûq al-Ta’lîm al-Lughah al-
Arabiyah.
Cairo: Maktabah al-Nahd}ah al-Misriyah.
Biek,
Hifniy dkk. T.th. Qawâ’id al-Lughah al-‘Arabiyah. Surabaya: Maktabah
al-Hidayah.
Dr.
Syauqi Dzaif, Al-Madaris Al- Nahwiyah, (Kairo : Dar al-Ma’arif, 1976 M )cet ke3
Hendri
Guntur Taringan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Bandung:
Angkasa, 1994)
Syauqi
Dhayf (ed). Kilab al- Radd ala al- Nuhat li Ibn Madha al- Qurtubhi. (Cairo:
Daar al Ma’arif, cet ke- 3, tt
[1]Ahmad
Afify. Al Mandzumah Al Nahwiyah al- Mansubah li Al Khalil bin Ahmad Al
Farahidy.( Cairo: Al Daar Al Manshuriyah Al Baniyah, 2003),
[2] Dr.
Syauqi Dzaif, Al-Madaris Al- Nahwiyah, (Kairo : Dar al-Ma’arif, 1976 M
)cet ke3
[3] Biek,
Hifniy dkk. T.th. Qawâ’id al-Lughah al-‘Arabiyah. Surabaya: Maktabah
al-Hidayah.
[4] Ahmad,
Muhammad ‘Abd al-Qadîr. 1984. Turûq al-Ta’lîm al-Lughah al-
Arabiyah. Cairo: Maktabah al-Nahd}ah
al-Misriyah.
[5]Syauqi
Dhayf (ed). Kilab al- Radd ala al- Nuhat li Ibn Madha al- Qurtubhi. (Cairo:
Daar al Ma’arif, cet ke- 3, tt
[6] Acaep Hermawan, Metodologi
Pengajaran Bahasa Arab (Bandung: Remaja Rosdakary;a, 2001)
[7] Hendri Guntur Taringan, Berbicara
Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Bandung: Angkasa, 1994)
[8] Ahmad
Fuat Efendi, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Malang
: Misykat Malang, 2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar